Antara Cita-cita dan Realita

Tulisan ini saya buat untuk tugas mata kuliah Editing semester dua, dan saya sekarang sudah duduk di semester empat. 
Nostalgia singkat pembuka kenangan, tercium aroma rindu saat terhirup angan-angan di lembah mimpi...
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Setiap orang pasti pernah mempunyai cita-cita, mimpi, dan harapan. Tetapi kadang-kadang tidak semua keinginan dapat terwujud menjadi kenyataan. Dari kecil hingga dewasa, banyak cita-cita yang berubah-ubah. Itu karena banyak pengalaman yang telah didapat, sehingga kita mengetahui potensi yang dimiliki oleh diri kita sendiri. Kemudian mengalihkan cita-cita sesuai potensi kita.
Sama halnya dengan saya. Semasa kecil hingga sekarang, saya masih ragu apa sebenarnya cita-cita, mimpi, dan harapan dalam hidup saya. Apa pun yang saya lakukan selalu mendapat dukungan dari keluarga dan tidak ada yang memaksakan keinginan saya. Hal itu membuat saya melakukan sesuatu sesuai keinginan. Tetapi itu malah membuat tujuan hidup saya berubah-ubah.
Saya di masa kecil termasuk anak yang pendiam, pemalu, dan cengeng. Tetapi saya selalu berusaha menunjukkan bahwa saya bukan anak yang lemah. Ketika saya TK, saya suka menggambar dan mewarnai. Pernah saya mengikuti lomba mewarnai. Tetapi saya gagal dalam lomba itu. Saya merasa sedih. Kemudian saya menyadari jika keinginan saya belum tercapai, walaupun sudah bekerja keras. Saya tidak boleh putus asa dan harus selalu berdoa.
Di SD saya beradaptasi menjadi siswa aktif, periang, dan mandiri. Saya senang mengikuti berbagai kegiatan, suka menggambar, menari tradisional, dan bermain drumband. Saya juga berangan-angan jika sudah besar nanti, saya ingin menjadi arsitek atau pelukis. Pada saat itu saya berpikir bahwa arsitek atau pelukis adalah pekerjaan yang ada kaitannya dengan menggambar. Suatu ketika saya pernah mengikuti lomba menggambar, namun gagal. Itu tidak membuat saya menyerah. Saya juga mengikuti seleksi lomba membaca cepat, karena saya menyukai matapelajaran bahasa Indonesia. Maka saya belajar keras untuk dapat masuk seleksi lomba. Namun setelah masuk seleksi dan mengikuti lomba. Sayangnya saya juga gagal. Tetapi saya tidak menyerah. Saya belajar giat hingga saya lulus SD dengan nilai baik, dan masuk ke SMP favorit.
Di SMP saya juga masih suka menggambar. Tetapi saya sempat minder karena gambar saya biasa-biasa saja. Gambar saya tidak sebagus teman saya yang mungkin dia sudah berbakat dalam menggambar. Sehingga saya tidak juga ditunjuk untuk mengikuti lomba menggambar pada waktu itu. Itu membuat saya merasa tidak pantas bercita-cita sebagai pelukis karena gambar saya yang biasa-biasa saja. Selain itu saya juga lemah dalam materi hitungan, sehingga membuat saya berpikir untuk mengalihkan cita-cita saya tidak lagi menjadi arsitek. Setelah saya mengetahui bahwa arsitek juga harus ahli dalam Matematika. Saya harus menyadari bahwa keinginan saya tidak sesuai dengan kenyataan. Dan potensi saya juga tidak mendukung untuk mencapai cita-cita saya. Sejak saat itu saya mencoba mengalihkan cita-cita saya menjadi seniman karena saya menyukai sesuatu yang berkaitan dengan seni. Sebenarnya saya tidak benar-benar mengetahui apa pekerjaan seorang seniman itu. Setidaknya saya menetapkan target sehingga saya dapat berkembang lebih baik lagi. Saya juga tidak mau berlarut-larut dengan kesedihan karena keinginan saya belum terwujud. Kemudian saya mencari kegiatan yang membuat saya senang dan sedikit melupakan masalah-masalah yang saya alami. Kesenangan itu saya temukan di taekwondo. Saya bisa berlari, berteriak, menendang, dan memukul saat belajar taekwondo. Sehingga saya dapat meluapkan emosi yang tengah saya rasakan. Saya belajar, berlatih, dan sempat berangan-angan menjadi atlit. Tetapi saya mengurungkan niat saya menjadi atlit karena saat itu ektrakulikuler taekwondo baru dibuka pada saat saya kelas sembilan SMP dan saya sedang sibuk untuk mempersiapkan Ujian Nasional. Oleh karena itu, saya menjadikan taekwondo hanya sebagai hobi.
Setelah lulus SMP, kebimbangan mulai muncul kembali. Saya semakin memikirkan realitas. Cita-cita, mimpi, dan harapan saya hanya sebagai angan-angan, hampir tidak terpikirkan. Karena saya dihadapkan dengan dua pilihan yang membuat saya bingung, yaitu melanjutkan sekolah ke SMA atau ke SMK. Anak-anak lulusan SMP waktu itu berpikiran bahwa jika ingin bisa melanjutkan ke Universitas harus masuk ke SMA. Jika masuk ke SMK hanya sedikit kesempatan untuk bisa masuk ke Universitas. SMK hanya dipilih untuk orang-orang yang akan langsung bekerja. Pada saat itu saya berfikir jika saya masuk SMA, entah setelah lulus nanti apakah saya bisa atau tidak untuk melanjutkan ke Universitas dengan biaya yang mahal. Akhirnya saya berpikir pendek. Karena hidup perlu makan, makan perlu uang, dan untuk mendapatkan uang harus bekerja. Maka saya memutuskan untuk melanjutkan ke SMK.
Di SMK saya memilih jurusan TKJ (Teknik Komputer dan Jaringan) karena saat SMP saya juga senang matapelajaran TIK. Saya berpikir  mungkin  setelah lulus nanti orang yang mengerti komputer dapat lebih mudah mencari pekerjaan. Saya di SMK juga mengikuti ektrakulikuler mading supaya dapat menyalurkan kesenangan saya dalam menggambar dan menulis. Suatu ketika saya bersama tim mengikuti lomba mading dan berhasil menang Juara 1. Itu menambah semangat saya dan berangan-angan kembali menjadi jurnalis. Tetapi seringnya saya belajar tentang komputer dan jaringan, saya juga ingin menjadi teknisi dan menjadi seorang penulis sebagai pekerjaan sampingan.
Setelah lulus SMK, saya memutuskan untuk kuliah. Karena persaingan dalam dunia kerja sangat tinggi dan kebanyakan memprioritaskan lulusan sarjana. Untuk masuk ke Universitas, saya mengikuti SNMPTN tetapi saya tidak lolos. Kemudian saya mencoba dengan SBMPTN, dan lolos di jurusan Sastra Indonesia. Karena saya belajar di Sastra Indonesia, maka saya melepaskan cita-cita saya menjadi teknisi. Tetapi saya tidak menyesal  karena saya juga menyukai sastra. Apalagi saya bisa belajar tentang kepenulisan dan menggali potensi yang saya miliki. Saya juga mengikuti UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang masih berkaitan dengan jurnalistik dan masih melanjutkan berlatih taekwondo.

Sekarang saya memasuki semester dua. Dan perjalanan masih panjang, saya akan terus berusaha menemukan apa impian saya sebenarnya. Pengalaman semasa kecil akan saya jadikan sebagai pengalaman. Walau apa yang tadinya saya inginkan tidak sesuai kenyataan dan potensi saya. Saya akan selalu mencoba dan berusaha sampai berhasil. Orang yang berhasil, akan mengambil manfaat dari kesalahan-kesalahan yang ia lakukan, dan akan mencoba kembali untuk melakukan dalam suatu cara yang berbeda (Dale Carniege).

Comments