Ringkasan Cerpen Persahabatan
karya Yunus Mukri Adi
(Tugas Pengkajian Cerita Rekaan, smt2)
Dulu sekitar tahun 1948
atau 1949. Seharusnya aku kelas satu Sekolah Dasar, dikenal Sekolah Rakyat.
Namun saat itu aku tidak disekolahkan bapak. Semua sekolahan ditutup karena
perang.
Aku sering bermain di
luar rumah, karena acapkali bapak marah, memberi perintah dan tak suka
ucapannya dibantah. Ibu sesekali tegas bisa memadamkan kejengkelan bapak. Ibu
memang nampak pendiam, tak senang membuka mulut kalau tak perlu. Ibulah tulang
punggung segala hajat hidup kami. Selain menyiapkan masakan di dapur juga
bekerja di pasar dengan ditemani mbakyuku.
Bapak adalah ketua
organisasi pejuang. Pendidikannya baru kuketahui setelah ia dimakamkan di tahun
1956, ketika aku masuk kelas satu Sekolah Lanjutan Pertama. Bahwa ia lulusan
Jamsaron, pondok di wilayah Solo. Suatu hari, aku bertanya kepada bapak, kapan
perang selesai dan kapan aku bisa sekolah. Tetapi bapak tak menjawabnya.
Pada suatu bulan, aku
dan segerombolan temanku bermain dan berlarian mengejar layang-layang yang
putus. Tiba-tiba kudengar derum yang hingar dari arah utara. Nampak orang-orang
berbondong-bondong berlari ke arah selatan sambil berteriak “Belanda datang,
Belanda datang” Kami saling tetap
termangu, tidak mengerti. Beberapa bendera merah putih diacung-acungkan ke
udara, senapan nampak disandang dan mereka terus berlari. Kami masih terdiam.
Saat itu datang pula berpuluh-puluh truk berisi tentara, menambah kami nampak
diam dan gemetaran. Mereka berbaris, panjang sekali. Ada beberapa dari mereka
bersenjata peluru. Ada gambar harimau besar-besar, bertuliskan BRIGADE IX. Ada
pula yang memakai surban lengkap bersenjata. Mereka tergolong pasukan Gurkha
dari Himalaya. Mereka masuk ke kampungku.
Waktu aku pulang, di
rumah sepi. Ku cari bapak, ibu dan kakak ku sudah tiada. Yang tinggal Cuma
adikku yang kecil, kakak sebaya ku dan maklik. Ia menangis mendekapku. Aku bingung.
Katanya, sekarang perang sudah mulai. Bapak dan ibu sudah menyingkir. Juga
kakakku ikut berjuang. Mereka gerilya. Hari-hari seperti itu membuatku
bermalas-malas. Aku bermain dengan adik dan kakakku, sedangkan maklik berjualan
di pasar melanjutkan dagangan ibu.
Akhirnya aku bosan di
rumah. Aku bangun pagi karena terkejut lengkingan terompet dan suara drum, dari
musik tentara Belanda. Begitu tiap pagi mereka keluar masuk gang, membangunkan
kawan-kawannya yang masih tidur. Lama-lama aku mengikutinya karena
teman-temanku juga berani mengiringkan dibelakang, aku tak mau ketinggalan.
Demikian dengan
mengacuhkan larangan maklik perihal perang. Malahan aku mulai dikenal salah
seorang tentara itu. Orang yang dulu pertama kali menjawilku ketika bermain
layang-layang. Dia adalah tuan Zong. Tuan Zong memberiku dua alat seperti
piring terbuat dari seng. Disuruhnya aku ikut memukul sepanjang jalan. Hampir
tiap hari aku ikut rombongan musik, aku senang dan bangga. Diberinya aku roti,
mentega dan sejumlah kacang asin. Aku berlari-lari pulang membawa hadiah itu.
Tetapi maklik meyuruhku membuang itu. Tapi hanya sekali aku bunag, seterusnya
aku pura-pura membuangnya. Padahal aku diam-diam memakannya.
Suatu saat, aku sakit.
Tak kusangka tuan Zong mengunjungi rumahku dengan seorang tentara lain. Maklik
berlari ketakutan. Ia membawa alat suntik, dan mengobatiku. Beberapa hari
kemudian aku sembuh. Aku ingin membalas budi tuan Zong. Suatu ketika aku
membuat air teh dan ku berikan pada tuan Zong. Di rumah aku disambut hardikan
bibi. Katanya mereka pura-pua baik, mereka mencari pejuang kita untuk dibunuh.
Sampai pada suatu hari.
Mereka diberangkatkan ke front. Aku ingin melihat tuan Zong tapi sukar kucari
diantar ribuan pasukan. Tiba-tiba ada seseorang berlari kearahku dan memelukku,
mengangkat ke atas tinggi-tinngi. Tuan Zong mengatakan “Ingat aku ya”. Aku
terharu, didalam kamarku aku menangis diam-diam atas kepergian tuan Zong. Aku
merasakan kehilangan seorang sahabat.
Comments
Post a Comment