Ringkasan Cerpen Panggil Audrey Saja!

Ringkasan Cerpen Panggil Audrey Saja!
Karya Myra Sidharta

(Tugas Pengkajian Cerita Rekaan, smt2)

Sebagai pendatang baru dari Indonesia, hari itu begitu dingin. Jalanan menuju gedung Universitas Amsterdam yang terletak di antara bangunan-bangunan kuno, lebih gelap dan tak menarik lagi. Kalalu cuaca baik, jalanan ramai penjual. Tatpi hari itu orang-orang tergesa-gesa , ingin cepat sampai ke tempat tujuan mereka. Tiba-tiba aku merasa ada seseorang disampingku, kukira dia orang yang kukenal. Tetapi tidak, aku hanya balik menyapa “Hallo” yang diucaokannnya. Dia orang Indonesia yang akn memdaftar di Universitas Amsterdam. Dan bersama-sama kami menuju Universita Amsterdam. Setelah sampai, aku tunjukkan kepadanya tempat mendaftar. Sedangkan aku cepat-cepat berlari ke ruang kuliah.
            Selama dua jam aku tak menangkap banyak dari kuliah hari itu. Pikiranku berulangkali kembali pada pemuda yang cakap itu. Begitu kuliah selesai, aku cepat keluar mencarinya. Tiba-tiba aku melihatnya berdiri di toko binatang sedang mengamati kura-kura. Aku menghampirinya. Kemudian ia membeli seekor kura-kura dan memberikannya kepada ku sebagai hadiah. Dengan gembira aku mengucapkan terimakasih. Kami berpikir untuk memberi nama kura-kura itu. “Ah Panggil Audrey  saja” katanya dan kami tertawa. Zaman itu adalah zaman Audrey Hepburn, populer dengan filmnya “Holiday in Rome”. Baru setelah beberapa waktu kami sadar, bahwa kami belum saling mengenal. Dia adalah Iwan, seorang mahasiswa kedokteran.
            Dalam waktu singkat kami sering berkumpul untuk makan, berdiskusi tentang macam-macam issue, seperti politik, kewarganegaraan, cita-cita kami, dan apa saja yang perlu dibicarakan. Kami paling sering berkumpul di tempat Iwan. Perhatian khusus bagiku, tentu diketahui juga oleh orang-orang lain. Kami sering berdua jalan-jalan di pusat Amsterdam.
            Kadang aku kurang sabar, ingin mempererat hubungan kami, sampai sesuatu yang lebih pasti. Karena Iwan tentu juga ditaksir oleh gadis-gadis lain. Tetapi, rupanya Iwan juga belum mau terikat oleh hubungan yang lebih intim. Memang aku bukan gadis cantik, selain ramah dan kecerdasanku, aku tak memiliki apa-apa. Tetapi kami memiliki minat yang sama. Apakah mungkin ibunya menghalanginya? Iwan pernah bercerita, bahwa ibunya menulis surat yang isinya dia harus berhati-hati padaku karena aku orang yang aneh. Peringatan lainnya datang dari studinya, karena tambahnya pengetahuan tentnag politik dan kebudayaan tidak seiring dengan kemajuan di Universitas. Di rumah juga ia sering ditunggu teman-temannya dan mengobrol-mengobrol hingga larut malam.     Sampai pada suatu hari Iwan tiba-tiba menghilang. Tentu semua orang menanyakan kepadaku, padahal aku benar-benar tidak tahu.
            Pada waktu itulah Anton memberanikan diri menanyakan hubunganku dengan Iwan. Katanya aku tidak boleh terlalu berharap kepada Iwan, aku adalah orang yang cerdas dan menarik, pasti masih mempunyai banyak pengagum lain. Mendengar itu aku menjadi benci sekali. Pada suatu hari Anton datang lagi dengan sepucuk surat dari ibu Iwan. Ia memberitahukan alamat Iwan, sebuah kota kecil di Pantai. Ia meminta supaya kita pergi merayakan ulang tahun Iwan.
Kami bersama teman-teman pergi ke tempat Iwan. Audrey juga kubawa. Di pantai kami berenang dan main-main, ada juga yang membaca dan, mencari siput atau tidur.Di antara kami semua rupanya hanya Iwan dan aku yang tidak gembira. Aku merasa cemas karena rupanya Iwan menjauhiku. Memang kecemasan dan kebingungan sukar digambarkan.
Rupanya tak ada seorangpun menduga keadaan yang sebenarnya. Kecuali Anton. Tetapi setelah agak lama ia berani menegurku yaitu di kereta api, waktu kami kembali ke Amsterdam. Anton mengambil Audrey dari pangkuanku. Anton menanyakan keadaanku dan apa yang harus kutulis untuk ibu Iwan. Aku akan mengatakan hari ini sukses dan kami semua bergembira dan Iwan akan kembali bulan depan untuk menempuh ujiannya. Anton mengembalikan Audrey kepadaku, namun aku menolak. Kuberikan Audrey pada Anton sebagai hadiah untuk membantuku dengan sebuah teka-teki.  

Comments